Ditanya Perasaannya jadi Calon Wagub DKI, Sekda: Lihat dari Senyumnya Saja

Ditanya Perasaannya jadi Calon Wagub DKI, Sekda: Lihat dari Senyumnya Saja
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah. [Suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Nama Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta digadang-gadang sebagai Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang diajukan Partai Gerindra.
Saefullah lantas ditanya soal perasaannya setelah namanya menjadi salah satu kandidat untuk menjadi pendamping Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pria yang akrab disapa Bang Ipul sendiri dikenal sebagai sosok yang sering berkelakar. Ia pun meminta agar awak media menilai perasaannya lewat pancaran senyum di wajahnya.
"Dari senyumnya saja dilihat senang apa enggak," ujar Saefullah di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2019).
Pernyataan Bang Ipul itu lantas disambut gelak tawa dari awak media. Setelah mengungkap itu bang Ipul juga tersenyum lebar.
Meski demikian, Ipul mengaku tidak ingin ikut campur dalam urusan politik. Menurutnya pencalonan namanya itu merupakan hak partai Gerindra sebagai partai pengusung.
"Ya saya mau merapat seperti apa, orang saya bukan orang politik. Saya kerja saja di sini," jelasnya.
Ia juga mengaku tak memedulikan masalah jabatannya ke depan. Apapun pekerjaannya nanti, kata Ipul, akan ia jalani sesuai amanat yang diembankan kepadanya.
"Saya bekerja sekuat tenaga dengan pikiran yang lurus, tidak ada intrik-intrik kepentingan pribadi. Udah itu saja. Mengalir aja," pungkasnya.
Sebelumnya, Saefullah menjadi salah satu dari empat nama yang diajukan Gerindra sebagai bakal Calon Wakil Gubernur (Cawagub). 
Hal tersebut diungkap Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, Mohamad Taufik. Menurutnya, ketika membahas nama Cawagub, Taufik ingin mengajukan nama dari dalam dan luar Gerindra. Akhirnya nama Saefullah dipilih sebagai pilihan eksternal Gerindra.
"Kami ngomong 'ini nama dari dalam, terus siapa nama dari luar?' Kita bilang Sekda saja. Saya juga belum ngomong sama Sekda," ujar Taufik saat dihubungi, Jumat.
Share:

PDI-P : Pemilihan Wagub Akan Terhambat Jika PKS dan Gerindra Tak Sepakat

PDI-P : Pemilihan Wagub Akan Terhambat Jika PKS dan Gerindra Tak Sepakat
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Gembong Warsono. (Suara.com/Tio).
Polemik baru dalam pemilihan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta muncul setelah partai Gerindra mengusulkan empat nama baru. PDI-P menganggap hal itu bisa menghambat pemilihan pengganti Sandiaga Uno jika.
Ketua fraksi PDI-P di DPRD DKI, Gembong Warsono menganggap hambatan itu bisa muncul jika PKS dan Gerindra selaku partai pengusung tidak kunjung sepakat soal nama Cawagub. Terlebih lagi sekarang terdapat enam calon setelah sudah ada dua nama dari PKS.
"Sepanjang partai pengusung tidak kunjung ada kesepahaman pasti akan terjadi penghambatan. Karena berdasarkan ketentuan UU, dua nama yang diusulkan oleh partai pengusung," ujar Gembong saat dihubungi, Jumat (8/10/2019).
Meski demikian, Gembong menilai langkah Gerindra itu sah-sah saja karena dua nama yang selama ini digodok dianggapnya hanya sekadar administrasi. Namun ia meminta agar kedua partai pengusung harus segera membuka komunikasi dan menentukan dua nama sebagai Cawagub.
"Dua nama yang sudah masuk ke DPRD itu sebetulnya hanya kesepahaman yang bersifat administrasi. Karena setelah itu dikirim ke DPRD ternyata Gerindra masih kasak-kusuk juga kan," jelasnya.
Gembong enggan berkomentar soal kandidat Wagub yang sekarang sudah muncul. Menurutnya partainya baru akan berpartisipasi setelah dua nama terpilih dibahas di DPRD DKI.
"Ini merupakan ranah dari partai pengusung, saya tidak ikut campur. Ketika sudah ada nama dari partai pengusung, yang notabene sudah menjadi kesepakatan, baru bisa berbicara mengenai sosok," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, Mohamad Taufik membenarkan pihaknya mencalonkan empat nama Cawagub. Di antaranya adalah Arnes Lukman, Ferry J Yuliantoro Ariza Patria, Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah.
"Benar (mengajukan empat nama Cawagub). Arnes Lukman, Ferry J Yuliantoro Ariza Patria, Saefullah," ujar Taufik saat dihubungi, Kamis (8/11/2019).
Share:

Kuasai Badan Jalan, Pemkot Jakpus Akui Kesulitan Gusur PKL Pasar Senen

Kuasai Badan Jalan, Pemkot Jakpus Akui Kesulitan Gusur PKL Pasar Senen
Penampakan para PKL yang berdagang hingga menutup jalan di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat. (Suara.com/Fakhri).
Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat (Jakpus) kembali menjadi sorotan Pemerintah Kota (Pemkot) setempat. Pasalnya, kini PKL di kawasan itu berjualan hingga menutup badan jalan.
Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi mengaku kesulitan menggusur para pedagang yang masih nekat berdagang di trotoar jalan. 
Irwandi pun mengklaim tengah mencari lokasi penampungan para pedagang agar bisa berjualan di lokasi lain.
Penampakan para PKL yang berdagang hingga menutup jalan di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat. (Suara.com/Fakhri).
Penampakan para PKL yang berdagang hingga menutup jalan di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat. (Suara.com/Fakhri).
"Itu (PKL Pasar Senen) memang susah banget. Kami mau tertibkan besar-besaran, cuma kami harus cari dulu tempat ke mana nih mau kita tampung," ujar Irwandi saat dihubungi, Sabtu (9/11/2019).
Menurutnya, para pedagang itu sudah pernah dipindahkan ke tempat penampungan lain. Namun, PKL malah kembali lagi ke trotoar Pasar Senen.
"Kami belum ketemu penampungan yang pas. Dulu sempat ditampung di Kenari terus di pasar Paseban. Eh balik lagi ke jalan," jelasnya.
Untuk menangani itu, Irwandi tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Camat Pasar Senen. Menurutnya perlu penanganan yang efektif karena pedagang di lokasi itu sulit untuk diatur.
"Soalnya sudah bukan trotoar lagi, masuk ke badan jalan juga. Saya sudah rapatin itu sama camat Senen. Itu memang pedagangnya bandel banget memang," pungkasnya.
Share:

Gerindra Ajukan Empat Nama, PKS Terancam Kehilangan Satu Cawagub

Gerindra Ajukan Empat Nama, PKS Terancam Kehilangan Satu Cawagub
Balai Kota DKI Jakarta. (Suara.com/Fakhri)
Jatah Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang sudah disepakati menjadi milik PKS terancam sejak Gerindra mengajukan empat nama baru.
PKS berpotensi kehilangan satu dari dua nama Cawagub yang telah lama disodorkan.
Hal tersebut diungkap oleh Wakil Ketua DPD Gerindra, Syarif. Menurutnya sesuai dengan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, hanya boleh ada dua nama dari partai pengusung yang bisa digodok DPRD menjadi Wagub.
Sementara dengan adanya pengajuan dari Gerindra, nama calon pengganti Sandiaga Uno itu menjadi enam orang. Menurut Syarif nantinya Gerindra akan merebut satu dari dua jatah Cawagub yang sebelumnya dimiliki PKS.
"Sekarang kalau dijumlahin kan enam (Cawagub). Jadi pengertiannya, mengambil satu dari dua calon PKS kemudian satu dari empat calon kita, lalu diajukan kembali ke DPRD," ujar Syarif saat dihubungi, Sabtu (9/11/2019).
Meski demikian, meski sudah mengarah ke sana, hal itu masih merupakan pengajuan dari Gerindra. Ia masih menunggu hasil komunikasi dari pihaknya dengan PKS.
"Kami lagi nunggu kesepakatan baru dari PKS. Suratkan sudah dikirim tinggal PKS setuju atau tidak," jelasnya.
Syarif juga menganggap tindakan Gerindra yang tiba-tiba mengajukan nama itu sebagai jalan keluar mandeknya pemilihan Wagub di DPRD. Ia menyebut selama ini banyak pihak yang menilai permasalahannya adalah soal ketokohan dua nama dari PKS, Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu.
"Tapi kan Gerindra sudah ambil jalan keluar, supaya ada langkah baru dari DPRD. Kan ada yang disorot itu apa karena calonnya," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, Mohamad Taufik membenarkan pihaknya mencalonkan empat nama Cawagub. Di antaranya adalah Arnes Lukman, Ferry J Yuliantoro Ariza Patria, Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah.
"Benar (mengajukan empat nama Cawagub). Arnes Lukman, Ferry J Yuliantoro Ariza Patria, Saefullah," ujar Taufik saat dihubungi, Kamis (8/11/2019).
Share:

Minta Formula E Dibatalkan, Gerindra: Kalau Tidak Berulah Bukan PSI Namanya

Minta Formula E Dibatalkan, Gerindra: Kalau Tidak Berulah Bukan PSI Namanya
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kemeja biru) memantau balapan mobil listrik Formula E di Brooklyn Street Circuit, New York. (Facebook/Anies Baswedan)
Fraksi Partai Gerindra di DPRD Jakarta menyebut PSI kembali berulah. Kali ini dengan meminta Gubernur Anies Baswedan untuk membatalkan ajang balap mobil listrik, Formula E.
Wakil Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Syarif mengaku heran dengan sikap PSI itu. Pasalnya selain penolakan Formula E, PSI belakangan ini juga membuat polemik dengan mengungkapkan anggaran janggal Pemprov DKI ke media sosial.
"Sekarang saya bisa mengatakan kalau enggak berulah bukan PSI namanya," ujar Syarif saat dihubungi, Sabtu (9/11/2019).
Syarif menyebut sikap PSI itu bertolak belakang dengan sikapnya saat rapat komisi. Menurutnya tidak ada pernyataan PSI menolak ajang Formula E.
"PSI dalam rapat komisi tidak ada komentar apapun yang saya dengar," kata Syarif.
Eks pebalap Formula 1 (F1) yang memperkuat tim Techeetah, Jeac-Eric Vergne, memimpin balapan Formula E Italia di Circuito Cittadino dell'EUR, Roma, Sabtu (13/4/2019). [AFP/Andreas Solaro]
Eks pebalap Formula 1 (F1) yang memperkuat tim Techeetah, Jeac-Eric Vergne, memimpin balapan Formula E Italia di Circuito Cittadino dell'EUR, Roma, Sabtu (13/4/2019). [AFP/Andreas Solaro]
Ia juga menyebut ajang Formula E ini sudah dikaji dengan matang oleh Pemprov DKI. Menurutnya Formula E memiliki dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi Jakarta.
"Penggemar Formula E itu sekitar 3,3 juta orang. Yang secara ekonomi, mereka banyak membantu pertumbuhan ekonomi," pungkasnya.
Sebelumnya, Fraksi PSI di DPRD Jakarta meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membatalkan rencana penyelenggaraan ajang balap mobil listrik, Formula E. Anggaran untuk acara itu diminta untuk dialihkan.
Anggota DPRD Jakarta fraksi PSI, Anggara Wicitra Sastroamidjojo mengatakan sampai saat ini pihak Anies belum memberikan kajian lengkap soal. Menurutnya, penyelenggaraan Formula E juga tidak ada di dokumen perencanaan RPJMD dan RKPD.
"Fraksi PSI meminta Formula E dibatalkan sampai ada paparan lengkap serta kajian mendalam dan meyakinkan dari Gubernur dan jajarannya," ujar Anggara di kantor fraksi PSI gedung DPRD DKI, Kamis (7/11/2019).
Share:

Ketua Veteran di Depan Anies: Kamu Pemuda Boleh Pamrih, Tapi Jangan Rakus

Ketua Veteran di Depan Anies: Kamu Pemuda Boleh Pamrih, Tapi Jangan Rakus
Ketua Veteran DKI Jakarta Adi Mulyo bersama Gubernur Anies Baswedan usai memperingati Hari Pahlawan di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (10/11/2019). (Suara.com/M Yasir)
Ketua Veteran DKI Jakarta Purnawirawan Laksamana Pertama (Laksma) Adi Mulyo mengingatkan generasi muda untuk menghargai jasa pahlawan. Adi menilai generasi muda dapat menghargai jasa pahlawan, salah satunya dengan tidak melakukan korupsi.
Hal itu disampaikan Adi di hadapan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai menggelar upacara peringatan Hari Pahlawan di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (10/11/2019). Adi meminta generasi muda kekinian tidak melakukan korupsi dan bertindak rakus akan kekuasaan.
"Kamu (pemuda) jangan korupsi, tidak boleh korupsi. Pamrih ada tapi jangan terlalu rakus," kata Adi.
Adi pun mengajak generasi muda kekinian untuk terus melanjutkan perjuangan yang telah dilakukan oleh pahlawan terdahulu. Menurut Adi perjuangan tersebut mesti terus dilanjutkan hingga Indonesia benar-benar adil dan makmur.
"Ini harus diwakili, diteruskan oleh para pemuda kita, nilai 45 ini harus diwarisi. Jangan berhenti, terus berlanjut demi negara Indonesia adil dan makmur," katamya.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai perlu adanya perhatian lebih terhadap para veteran yang telah turut berjuang memerdekakan Indonesia.
Pemprov DKI Jakarta, kata dia, saat ini telah membebaskan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi keluarga veteran.
"Ini bentuk penghormatan kita kepada orang-orang yang berjasa pada bangsa dan negara. Bukan sekedar didoakan saat upacara, tapi diringangkan hidupnya, khususnya saat di masa tua dan juga keluarganya. Itu yang dilakukan di Jakarta," kata Anies.
Share:

Rieke Tewas Ditusuk di Rusun Griya Tipar Cakung, Pelaku Dibekuk di Bekasi

Rieke Tewas Ditusuk di Rusun Griya Tipar Cakung, Pelaku Dibekuk di Bekasi
Polisi membopong tubuh Rieke Adrianti (43) yang ditemukan tewas di rumah susun dengan sejumlah luka tusuk di Cakung, Jakarta Timur, Jumat (8/11/2019). (ANTARA/HO-Polres Metro Jakarta Timur)
Anggota Polres Metro Jakarta Timur berhasil menangkap pelaku penusukan terhadap Rieke Adrianti (43). Rieke ditemukan tewas mengenaskan dengan sejumlah luka tusuk di rumah susun (rusun) Griya Tipar Cakung, Jakarta Timur.
Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hery Purnomo mengatakan pelaku berinisial J-A-B-O (27) merupakan warga sekitar rusun itu.
"Kurang dari 24 jam, pelaku ditangkap petugas Jatanras Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Timur Sabtu siang di tempat persembunyiannya di kawasan Bekasi, Jawa Barat," ujar Hery di Jakarta, Sabtu.
Hery menuturkan dugaan modus pelaku adalah ingin mencuri barang di tempat tinggal Rieke.
Hery menjelaskan, kejahatan ini terungkap setelah pada Jumat (8/11) malam, Usmah, anak korban mencoba menghubungi ibunya berkali-kali namun tidak ada kabar sama sekali.
Usmah kemudian meminta bantuan tetangganya untuk membuka pintu jendela dengan sapu hingga terbuka. Namun saat ditemukan, Rieke sudah tak bernyawa.
"Korban sudah dalam keadaan meninggal dunia dengan tertutup karpet," ujar Hery. (Antara)
Share:

Pemilihan Cagub DKI di DPRD Tak Juga Kelar, Anies Angkat Bicara

Pemilihan Cagub DKI di DPRD Tak Juga Kelar, Anies Angkat Bicara
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sesuai rapat di gedung DPRD DKI. (Suara,com/Fakhri)
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya ikut angkat bicara terkait polemik pemilihan calon Gubernur DKI Jakarta yang sudah lowong lebih dari setahun itu. Di mana Gerindra dan PKS yang memiliki hak atas pemilihan cawagub tak juga menemui kata sepakat terkait nama-nama calon yang diajukan sebelumnya.
Terkait itu, Anies Baswedan meminta dua nama calon wakil gubernur (cawagub) DKI yang telah disepakati kedua partai pengusungnya, Gerindra dan PKS, diproses terlebih dahulu di DPRD DKI, sebelum mengusulkan nama baru.
Diketahui, DPD Gerindra mengusulkan perubahan cawagub yang sudah disepakati oleh kedua partai yakni Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu dalam surat surat bernomor JA/X-0646/B/DPD-Gerindra/2019 kepada DPP PKS.
"Ada dua nama di dalam DPRD. Itu dulu ada keputusannya apa, baru bahas berikutnya," ujar Anies sebagaimana dilansir Antara di Jakarta, Sabtu (9/11/2019).
Sebelumnya diketahui ada empat nama cawagub DKI dalam surat usulan tertanggal 17 Oktober 2019 yang dikirimkan oleh DPD Gerindra DKI Jakarta pada DPP PKS tersebut.
Empat nama itu adalah Dewan Penasihat Gerindra Arnes Lukman, Waketum DPP Gerindra Ferry J Yuliantoro, Wasekjen DPP Gerindra Ariza Patria dan termasuk diantaranya Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah.
Kendati demikian, Ketua DPD Partai Gerindra M Taufik mengatakan usulan tersebut belum diketahui oleh Saefullah. Dia pun belum berkomunikasi dengan Saefullah.
Begitu juga dengan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD DKI Jakarta Muhammad Arifin, yang menyebutkan belum ada komunikasi antara Partai Gerindra dengan PKS terkait usulan 4 nama cawagub baru dari Gerindra.
Arifin mengatakan PKS tetap mempertahankan dua nama calon Wakil Gubernur pengganti Sandiaga Uno Salahudin yaitu Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu untuk mendampingi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memimpin ibu kota.
Share:

Dewi Tanjung Laporkan Novel Baswedan Disebut Hanya Cari Sensasi

Dewi Tanjung Laporkan Novel Baswedan Disebut Hanya Cari Sensasi
Politikus PDIP Dewi Tanjung melaporkan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ke polisi, atas dugaan penyebaran berita bohong. [Suara.com/Yosea Arga Pramudita]
Kapasitas politisi PDIP Dewi Tanjung yang melaporkan penyidik KPK Novel Baswedan atas tuduhan rekayasa kasus penyiraman air keras disebut patut dipertanyakan.
''Sebetulnya orang ini ahli medis bukan, lalu tetangganya atau pengurus lingkungan yang tahu soal lokasi juga bukan. Dia ahli IT atau jurnalis juga bukan. Jadi sebetulnya orang ini tidak punya profesional standing,'' ujar Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru Haris Azhar usai Inspiring Talks, Dedikasi untuk Negeri di Kantor Dinas Pendidikan DKI, Kuningan, sebagaimana dilansir Ayojakarta.com, Sabtu (9/11/2019).
Menurutnya, Dewi Tanjung hanya menebar sensasi ke publik. Akan tetapi, dengan tindakannya tersebut seperti mengingatkan kembali memori masyarakat terhadap kasus teror yang menimpa Novel Baswedan.
''Jadi memang boleh dibilang mengisi satu kabel kebisingan saja di ruang publik kita. Tapi sisi positifnya bagus juga ya, ada orang kayak begini, makin menunjukkan dan mengingatkan publik,'' ujar Haris Azhar.
Sebab, kata dia, sebagian besar masyarakat memberikan perhatian lebih dan empati terhadap Novel Baswedan sebagai korban penyiraman air keras. Serta mencerminkan kegagalan penegak hukum mengungkap kasus itu.
''Sebetulnya publik itu punya empati yang cukup tinggi terhadap Novel. Dengan munculnya orang seperti ini makin menunjukkan bahwa pepesan kosong di sekitar Istana dan juga penegak hukum makin terasa,'' cetus mantan Koordinator Kontras tersebut.
Dewi Tanjung melaporkan Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya pada Rabu (6/11/2019). Penyidik senior KPK itu dianggap telah merekayasa kasus penyiraman air keras oleh orang tak dikenal yang menimpanya pada 11 April 2017.
Share:

Hari Pahlawan, Anies Ingatkan Jajarannya Selesaikan Ketimpangan di Jakarta


Hari Pahlawan, Anies Ingatkan Jajarannya Selesaikan Ketimpangan di Jakarta
Anies Baswedan saat upacara Hari Pahlawan 10 November di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (10/11/2019). (Suara.com/M Yasir)


Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi inspektur upacara atau irup dalam upacara peringatan Hari Pahlawan di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (10/11/2019). Dalam pidatonya, Anies menyingung soal ketimpangan dan kesejahteraan di Jakarta.
Di hadapan para peserta upacara yang diikuti pegawai Pemprov DKI Jakarta, veteran, TNI dan Polri, Anies mengungkapkan bahwa masih banyak tantangan dan persoalan terkait ketimpangan dan kesejahteraan yang meski diperjuangkan di DKI Jakarta.
"Di depan kita ada tantangan, di Jakarta ada masalah ketimpangan, ada masalah kesejahteraan, ada masalah begitu banyak," ujar Anies.
Anies lantas meminta jajarannya berjuang untuk menyelesaikan persoalan ketimpangan dan kesejahteraan di Jakarta. Jika itu dilakukan, menurut Anies kelak nama-nama mereka pun akan dikenang oleh anak-anaknya sebagai pahlawan.
"Bapak ibu semuanya ambil masalah itu, ambil tanggung jawab itu. Selesaikan masalah itu, biarkan kelak anak bapak ibu sekalian menyebut bapak ibu sebagai pahlawan masalah-masalah yang ada di Jakarta," ucapnya.
Anies menambahkan bahwa label merupakan tugas dari sejarahwan. Sedangkan tugas dirinya dan jajaran saat ini tidak lain ialah memastikan untuk menyelesaikan segala permasalahan yang ada di Jakarta.
"Saya sering menggarisbawahi label pahlawan itu urusan para sejarawan, urusan kita adalah memastikan tidak ada masalah di depan kita yang dibiarkan tidak diselesaikan. Tidak ada tantangan bangsa yang dibiarkan, tidak diselesaikan, semua masalah yang ada depan kita harus kita selesaikan," tandasnya.
Share:

Di Depan Tokoh Papua, Jokowi: Sudah Hukum Tuhan Kita Berbeda

Jokowi Ajak Makan Siang Warga Papua

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi bertemu dengan sejumlah tokoh Papua di Istana Negara. Di hadapan mereka, Jokowi berdialog mengenai pengalamannya berada di Bumi Cenderawasih.
"Sudah hukumnya Tuhan kita memang berbeda seperti ini," kata Jokowi, Selasa (10/9/2019).

Jokowi membeberkan perjalanan lima tahun memimpin Indonesia dirinya sudah 12 kali ke Papua, baik itu Papua Barat atau Papua. Intensitas ini lebih banyak dibanding Jokowi berkunjung ke provinsi lain.

"Provinsi lain mungkin 2-3 kali," kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Jokowi mengatakan, Indonesia adalah wilayah yang sangat luas. Itu dibuktikan dengan jaral tempuh yang dilakukannya dari Aceh ke Wamena, Papua, yang memakan waktu sembilan jam 15 menit, sama dengan jarak dari London ke Istambul.

"Bayangkan kalau kita jalan kaki, enggak tahu berapa tahun akan sampai," ujar Jokowi.
Dia menambahkan, dirinya sudah berkunjung sebanyak 3-4 kali ke Wamena dan dua kali ke Nduga.
"Mungkin yang di Papua saja belum pernah ke Nduga," kata Jokowi.

Sejumlah Menteri Menemani

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerima 61 tokoh dari Papua dan Papua Barat di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/9/2019) siang. Adapun 61 tokoh ini terdiri dari tokoh adat, agama, kepala suku, aktivis, hingga akademisi.

Berdasarkan pantauan, Jokowi tiba di Istana Negara sekitar pukul 11.00 WIB. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu langsung menyalami para tokoh dari Papua dan Papua Barat satu per satu.
Puluhan tokoh yang datang itu kompak mengenakan topi rumbai. Begitu juga para menteri yang mendampingi Jokowi. Sementara, Wali Kota Solo itu memakai baju kemeja bewarna putih.

Dalam pertemuan ini, Jokowi didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi. Ada pula Staf Khusus Presiden untuk Papua Lenis Kogoya.

Acara ini dibuka terlebih dahulu oleh Kepala BIN Budi Gunawan. Dia berharap melalui pertemuan ini para tokoh Papua dan Papua Barat menyampaikan aspirasinya langsung kepada Jokowi untuk memajukan dan mewujudkan kesejahteraan di Bumi Cendrawasih itu.

"Tentunya di dalam kesempatan yang sangat luar biasa ini dapat menyampaikan aspirasi tentang bagaimana memajukan Papua," ucap Budi.

Kemudian, Budi Gunawan mempersilahkan salah satu tokoh Papua bernama Abisai Rolio untuk menyampaikan aspirasinya. Jokowi sendiri tampak serius mendengarkan aspirasi dari tokoh Papua tersebut.

Share:

Sistem Hukum Indonesia yang Belum Ramah Bagi Disabilitas

Ilustrasi

Liputan6.com, Jakarta - Gagasan inklusi membutuhkan pondasi yang demokratis. Demokratis adalah sebuah syarat yang memungkinkan untuk kemajuan produktivitas manusia, termasuk bagi disabilitas.
Bayangkan jika akses ilmu pengetahuan, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan bisa didapatkan dengan mudah oleh masyarakat. Namun nyatanya, kini kita hidup dalam selubung mengenai demagogi demokratisasi.

Termasuk dalam dunia hukum, demokratisasi harus menjadi alas pijak bagi sistem yang paling dominan dalam kehidupan bangsa ini.

Bagi difabel atau disabilitas, persoalan utamanya ada pada gagasan awam yang nir inklusi dan akses infrastruktur, seperti dilansir dari www.newsdifabel.com, Selasa (10/9/2019).
Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang disebut penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Sedangkan pembagian umum kategori difabel yaitu:
1. Difabel Intelektual, bisa disebut sebagai perlambatan pembaharuan/retardasi mental, kebalikan dari akselerasi, dalam bhs. Inggris disebut slow learner.
2. Difabel Mobilitas, berupa hambatan yang ada di tubuh, gangguan motorik gerak tubuh, autis, paraphlegia.
3. Difabel Komunikasi, yaitu pendengaran, wicara.
4. Difabel Sensorik, yaitu pengelihatan total atau low vision, dll.
5. Difabel Psikososial, yaitu orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ.

Selain itu, menurut Resolusi PBB Nomor 61/106 tanggal 13 Desember 2006, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang tidak mampu menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari disabilitas mereka, baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, penyandang disabilitas merupakan kelompok masyarakat rentan yang berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

Dari ketiga definisi legal di atas, yang menyamakan adalah disematkannya hak untuk mengakses. Dalam hal ini akses layanan publik termasuk peradilan dan sistem hukum. Dan kita semua dimungkinkan bersentuhan dengan hukum, termasuk disabilitas.

Hukum Pidana

Makna aksesibel di sini adalah bisa teraksesnya sistem hukum pidana oleh difabel tanpa diskriminasi. Setidaknya, ada beberapa hal yang tidak ramah difabel, diskriminatif, dan masih luput atau belum diatur dengan tegas sebagai kepastian hukum dari situasi penyandang difabel.
Beberapa hal tersebut adalah pertama, tentang usia anak. Dalam hukum di Indonesia, setidaknya ada tiga perbedaan tentang batas usia anak.

Kitab Undang-undang Hukup Pidana Pasal 45 menyebut bahwa usia anak adalah sebelum enam belas tahun. Sedangkan UU Nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Anak yang Berkonflik dengan Hukum mengatakan definisi anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Berbeda dengan ketentuan dalam KUH Perdata Pasal 330 yang menyatakan bahwa, yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak kawin sebelumnya.
Lalu persoalan datang ketika ada situasi bahwa korban adalah seseorang dengan retardasi mental/difabel intelektual yang usia sesuai kalender misal sudah 25, namun umur psikologisnya (hasil dari analisa ilmiah psikologi) masih 10 tahun. Apa yang akan digunakan; sistem peradilan anak atau dewasa? Belum ada yang mengatur.

Kedua adalah keji, dan diskriminatif. Pasal 4 UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan ayat (2) poin (b) memberikan legitimasi kepada suami untuk berpoligami jika istri menjadi difabel.
"(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila: (b) isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan,".

Bahkan pemilihan disksinya pun keliru, masih menggunakan diksi cacat, bukan difabel atau disabilitas.
Ketiga,dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 angka (26) dinyatakan bahwa yang dapat memberikan keterangan untuk kepentingan penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana adalah ia yang melihat sendiri, mendengar sendiri, mengalami sendiri.

Pengakuan Kesetaraan Disabilitas

Dalam definisi tersebut maka saksi-korban penyandang difabel yang mengalami sendiri namun tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, atau bahkan keduanya (difabel ganda), berdasarkan ketentuan KUHAP Pasal 1 angka (26) tidak masuk dalam definisi untuk bisa memberikan keterangan atau kesaksian secara jelas dan rinci, sehingga kesaksiannya pun dinyatakan meragukan.

Konsekuensi lainnya tentang definisi di atas, saksi atau saksi-korban tidak masuk dalam kategori yang bisa diterima oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), terutama karena dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 juga mendefinisikan saksi sama dengan definisi KUHAP.

KUHAP (Pasal 178) hanya mengatur tentang hak khusus untuk saksi bisu atau tuli (termasuk tidak dapat menulis), berhak mendapatkan penerjemah; dan hak untuk mendapatkan semua pertanyaan atau teguran secara tertulis dan menjawab secara tertulis bagi saksi bisu dan/atau tuli-bisu tetapi dapat menulis.

Keempat, UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) terutama Pasal 12 dalam Konvensi.

Di situ secara jelas diatur mengenai kesetaraan hak dan pengakuan di hadapan hukum kepada penyandang disabilitas dimana pun berada sehingga, kewajiban penyelenggara negara adalah membuat agar infrastruktur layanan publik bisa dan mudah diakses oleh penyandang difabel.
Pengakuan kesetaraan perlakuan bagi difabel juga diperkuat oleh Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Dalam Pasal 5 menyebutkan bahwa (1) setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum, (2) setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak, (3) setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

Sistem hukum pidana kita harus terus diperbarui agar relevan dengan perkembangan masyarakat, jika tidak, maka implikasinya bisa destruktif. Sebagai contoh yaitu kekerasan seksual yang dialami anak di bawah umur yang juga penyandang difabel di Maluku Utara, Ternate. Korban inisial UI adalah anak dengan difabel ganda (bisu dan tuli) yang menjadi korban pelecehan seksual. Alhasil, sejak dilaporkan ke polisi pada November 2014, terduga pelaku melenggang bebas. Alasan aparat adalah belum memiliki bukti yang cukup, meski kepolisian sudah memeriksa empat orang saksi yaitu ibu korban, guru korban, bibi korban, dan korban.

Memang harus diakui oleh Negara bahwa proses diskriminasi masih hidup menggasak sektor masyarakat tertentu. Difabel adalah minoritas-banyak yang masuk dalam kelompok rentan diskriminasi.
Selain oleh sistem peradilan pidana, proses diskriminasinya juga hadir dari proses seleksi penerimaan pegawai atau karyawan. Tentu kita semua tahu jika ada syarat penerimaan pegawai yang menyatakan harus sehat jasmani dan rohani, sebagai contoh adalah Undang-Undang Kepolisian, Undang-Undang Guru dan Dosen, Undang-Undang Peradilan Umum.

(Desti Gusrina)

Share:

Recent Posts